Mesjid Terapung
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, inovasi para arsitek mesjid
pun kian beragam dan canggih. Tak hanya membangun mesjid di atas permukaa
tanah, sejumlah arsitek juga mempertontonkan keahlian mereka dengan mendesign
mesjid terapung. Biasanya mesjid dibangun persis di bibir pantai, sehingga
ketika air laut pasang maka mesjid akan tampak seperti terapung di atas permukaan
laut. Posisinya yang seperti mengambang diatas air, menjadikan mesjid terapung
tampak sangat unik, sehingga sering kali menjadi objek wisata religi.
Didunia ini jumlah mesjid terapung
masih bisa dihitung dengan jari. Yang paling tersohor adalah mesjid terapung
dari Laut Merah, Jeddah. Jamaah haji Indonesia hampir selalu singgah ke mesjid
ini sebelum pulang ke Tanah Air.
Didominasi warna putih, mesjid ini
tampak mengambang di tepian Laut Merah, Jeddah. Mesjid ini dinamai Mesjid Siti
Rahmah. Mengapa demikian? Konon, ini disesuaikan dengan nama orang yang
mendanai pembangunan mesjid tersebut, yakni seorang janda kaya raya bernama
Siti Rahmah. Ketika izin pembangunan mesjid diajukan, pihak pemerintah
mensyaratkan bahwa mesjid tidak boleh dibangun diatas tanah, sebab pembangunan
mesjid merupakan tanggung jawab pemerintah. Maka, lahirlah ide untuk membangun
mesjid yang fondasinya dipancangkan di bibir pantai.
Karena keindahan dan keunikannya,
mesjid berukuran 20 x 30 meter ini sekarang menjadi salah satu ikon Kota
Jeddah. Selain shalat fardhu, mesjid ini juga digunakan untuk shalat Jumat.
Pintu pagar mesjid akan ditutup selepas shalat Isya. Dibangun dengan
menggabungkan arsitektur modern dan Islam, Mesjid Siti Rahmah memiliki ruang
shalat yang luas dengan dekorasi kaligrafi yang sangat indah.
Seperti kebanyakan mesjid terapung,
Mesjid Siti Rahmah pun menghadirkan panorama memukau. Saat Subuh, misalnya,
mesjid ini tampak memesona. Sinar matahari yang masih sangat redup menjadi
latar bagi mesjid ini yang masih memancarkan kilau cahaya lampu. Sementara di
siang atau malam hari, mesjid ini pun menyuguhkan atmosfer yang semilir dan
menentramkan.
Republika, 30 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar