Sabtu, 07 April 2012

Kebahagiaan dan Kesedihan

Kebahagiaan dan Kesedihan

Kebahagiaan atau kesedihan bagi si kaya atau si miskin adalah sama saja. Bahkan menurut beberapa pandangan orang, banyak yang memaknai kebahagiaan dan kesedihan perbedaannya sangat tipis. Kebahagiaan tak dapat dianalogkan dengan senyuman, atau bahkan dengan tawa sekalipun. Karena dalamnya hati seseorang tak ada satupun yang mampu mengukur.
Tak ubahnya seorang guru, artis, atau publik figur yang sering bersinggungan dengan masyarakat luas. Guru dalam kegiatannya sehari-hari harus mampu membawa diri dengan keseriusan, humor dan menciptakan suasana yang menyenangkan di kelas. Tapi kitapun tak tahu dibalik senyuman  dan humor seorang guru tentang pribadinya, masalahnya, dan segala yang terjadi pada diri guru diluar rutinitas di kelas. Bahkan tanpa mengurangi rasa hormat pada profesi guru, dibalik keikhlasan dan keseriusannya pada tugas menjadi fasilitator di kelas ternyata masih banyak sekali guru-guru yang harus membanting tulang menghidupi dirinya sendiri dan keluarga dengan usaha-usaha tambahan agar bisa menambah kebutuhan hidup.
Seorang artispun yang menjadi pujaan beberapa ibu rumah tangga, bukan jaminan dalam dirinya dilingkupi kebahagiaan. Termasuk juga beberapa personil yang menjadi publik figur lainnya, bahwa apa yang terkadang menurut orang lain terasa sangat indah, enak dan mapan dalam kehidupan baik di keluarga atau bermasyarakat, belum tentu seperti apa yang dirasakannya. Kebahagiaan adalah hati maka tak perlu larut dalam kebahagiaan semu. Karena kebahagiaan yang hakiki adalah milik Illahi.
Demikian sebaliknya kesedihan tak bisa dianalogkan hanya dengan sebuah linangan air mata. Tangisan si miskin bahkan bermakna ganda. Tangisan si miskin terkadang adalah kebahagiaan, cobalah tengok acara-acara atau program televisi yang mengeksploitasi si miskin.  Kebahagiaan bagi si miskin ibarat barang langka, maka manakala ada setitik kebahagiaan merekapun meneteskan air mata karena baginya kebahagiaan adalah mahal harganya.
Kesedihan adalah hati maka tak perlu larut dalam kesedihan semu. Kesedihan yang sejati adalah kesedihan yang nyata bagi umat yang tak pernah menyadari bahwa hidup di dunia hanya “fatamorgana”. Kesedihan yang nyata akan diterima bagi semua umat yang tak diperkenankan menghuni surga-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar