Jumat, 04 Januari 2013

Perayaan Natal


Perayaan Natal Keluarga Belanda
Indahnya hidup beragama akan terasa manis jika kita saling menghormati antar pemeluk agama yang berlainan.
Mungkin satu cerita menarik dari pengalaman Dr. Mr. Ide Anak Agung dan kakak perempuannya yang beragama Hindu ketika mereka mondok dirumah keluarga Belanda, Van Velthoven, yang beragama Kristen, akan menggugah hati kita akan manisnya toleransi beragama.
Dalam bukunya yang berjudul Kenangan Masa Lampau Zaman Kolonial Hindia Belanda dan Zaman pendudukan Jepang di Bali, Dr Ide Anak Agung menceritakan : “Sekalipun saya dan kakak tidak beragama Kristen, setiap hari raya Kristen yaitu hari Sint Nikolas dan Natal yang dirayakan dengan meriah, kami pun turut hadir. Bukan hadir dalam ibadat tapi pada perayaan atau pestanya. Pada keluarga Belanda, sebelum Natal, ada hari raya Sint Nikolas setiap tanggal 5 desember yang biasanya dirayakan dengan penuh semangat dan meriah. Pada hari itu setiap anggota keluarga memberi kado kepada anggota keluarga yang lain (biasanya terdiri dari beberapa barang kecil). Tetapi yang penting sebenarnya bukan benda yang diberikan namun sajak-sajak yang disertakan dalam hadian tersebut, penghargaan bahkan ejekan atas nama Sint Nikolas tersebut. Mula-mula kami sangat kikuk menulis dalam bahasa Belanda karena pengetahuan kami yang sangat terbatas, tapi lambat laun, setelah lama kost disana, sajak kami tidak kalah dengan mereka.
Hari raya Natal merupakan puncak perayaan bagi keluarga ini. Saya dan kakak tidak ikut pergi ke Gereja dan hanya menunggu di rumah. Setibanya keluarga Van Velthoven dirumah pada dini hari diadakan makan bersama yang terdiri dari hidangan dingin dan kue-kue istimewa untuk hari itu. Esok malamnya, tanggal 25 Desember, diadakan santap besar dengan makanan-makanan yang serba mewah, dan pada saat itu kalkun panggang tidak pernah absen. Malam pergantian tahun juga dirayakan dengan santap malam istimewa sambil menunggu pukul 12 malam saat dihidangkan anggur sampanye dan semua keluarga menyampaikan ucapan selamat tahun baru satu sama lain. Kami ikut serta merayakan semua perayaan hari raya bukan karena paksaan melainkan secara sukarela karena ingin mengetahui kebudayaan Barat tanpa mengorbankan dasar kebudayaan dan agama kami.” (Yayasan Obor Indonesia, 1993). (Lily Utami,pemerhati sejarah budaya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar