3
Indikasi Korupsi Ujian Nasional
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh menolak jika ujian
nasional tahun ini disebut kacau, terutama untuk Sekolah
Menengah Atas.
Menurut dia, ujian nasional tidak kacau tapi hanya
ditunda pelaksanaanya. "Kalau kacau artinya kami tidak bisa melaksanakan
ujian nasional," kata Nuh di kantornya, kemarin.
Menurut Nuh, pelaksanaan ujian nasional SMA hanya
digeser harinya karena alasan teknis. Dia yakin hasilnya tetap bisa
dipertanggungjawabkan.
Terlepas dari kendala teknis penyelenggaraan ujian
nasional, sedikitnya ada tiga kejadian yang membuat publik bertanya-tanya
apakah ada indikasi korupsi terkait kisruh ujian nasional ini. Berikut dugaannya:
1. Pembengkakan anggaran
Kementerian Keuangan sempat memblokir anggaran ujian
nasional karena mengalami pembengkakan sekitar Rp 100,8 miliar. Kementerian
Pendidikan hanya mengajukan dana Rp 543,2 miliar lalu membengkak menjadi Rp 644
miliar.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan, Khairil Anwar Notodiputro mengatakan sejak awal kementerian
pendidikan mengajukan anggaran sebesar Rp 644 miliar. Adapun Menteri Nuh
mengaku tak tahu-menahu ihwal pembengkakan anggaran ujian nasional ini.
Selanjutnya: Perubahan biaya pembuatan soal dan jumlah
peserta
2. Perubahan biaya pembuatan soal dan jumlah peserta
Kementerian pendidikan merevisi biaya ujian dari Rp 39
ribu menjadi Rp 53 ribu per sisiwa. Selain itu, jumlah peserta ujian nasional
juga menyusut dari 14 menjadi 12 juta siswa.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan, Khairil Anwar Notodiputro mengatakan perubahan biaya ujian dan
jumlah peserta ujian nasional itu hanya masalah teknis.
Selanjutnya: Kualitas lembar jawaban
3. Kualitas lembar jawaban
Para siswa dan pengawas mengeluhkan lembar jawaban
ujian nasional yang terlalu tipis dan rentan sobek. Lembar jawaban itu
diperkirakan berbobot 40 gram. Padahal harusnya 70 gram.
Sejumlah gerai digital printing bahkan menolak untuk
mengunakan kertas berbobot 40 gram itu karena dianggap tidak layak. "Dari
toko kertasnya juga sudah tidak dijual lagi," kata Irfan, 32 tahun,
pemilik sebuah fotokopian.
Sebagai, harga kertas 70 gram ukuran A4 dijual Rp 24
ribu per rim. Sementara kertas 40 gram dijual seharga Rp 16-18 ribu per rim,
lebih murah Rp 6-8 ribu. "Karena nggak laku, di sini nggak jual,"
ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar